Marketing Politik: Social Media Peluang atau kelemahan?

Related image

caleg bekasi - Beberapa waktu ini saya banyak konsentrasi untuk lihat perubahan politik di Indonesia, semenjak membuat alat politik RI1.tv serta topcaleg.com memang sudah membuat saya semakin banyak menekuni di politik. banyak membaca buku ataupun website mengenai marketing politik membuat saya lebih memahami serta bisa menyatukan pada marketing untuk produk komersial dengan marketing untuk politik. 

Telah 5 Sesi Share yang saya kerjakan dari beberapa Calon legislatif DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kab/kota untuk beberapa Partai. ini membuat saya untuk lebih belajar serta memahami pengetahuan marketing politik. serta banyak insight dari beberapa Audiens yang pada akhirnya menolong saya untuk lebih menyempurnakan pengetahuan marketing politik saya. 

Pertanyaan yang tetap ada pada tiap-tiap session share saya yang bertopik “Personal Branding serta Social Media” ialah 

“Kan Lokasi saya tidak ada yang memakai Social Alat, mereka cuma petani serta pekerja kasar, bagaimana saya dapat mencapai mereka memakai Media sosial? apa dana nya ngga percuma dialokasikan di alat ini? 

Saya tetap menjawab dengan jawaban yang sama dalam tiap-tiap session… 

1. Media sosial menjadi alat penyampai pesan pada pemilih 

Pemakai Internet di Indonesia tahun 2013 sekitar 82 juta pemakai serta diperkirakan 2014 kelak akan sampai 107 juta (sumber APPJI) jelas ini angka yang besar bila dihitung dari 187 juta calon pemilih di pemilihan presiden 2014 jelas Netizen indonesia mewakili seputar 50% pemilih di 2004. jadi apa ini menurut kamu kesempatan atau kekurangan? jika menurut saya ini ialah kesempatan sebab jenis marketing politik akan beralih, dahulu di tahun 2009 masih tetap konvensional serta kampanye di dominasi oleh alat luar ruangan (billboard, baliho, poster dan lain-lain) tahun 2014 ini banyak penambahan alat komunikasi yang bisa dipakai, sebab karakter media sosial yang free akses jadi beberapa calon legislatif mesti manfaatkan alat ini untuk berkomunikasi dengan pemilihnya. jika di lokasi/dapil belumlah kebanyakan memakai Media sosial, minimum kita terlebih dulu memakai serta lebih tahu dibandingkan dengan pemilih kita. 

2. Media sosial Menjadi alat monitoring mengenai diri kita 

Media sosial tidak hanya dipakai menjadi alat untuk mengemukakan pesan kita, dapat juga dipakai untuk memonitoring pembicaraan mengenai diri kita, kita tidak paham apakah yang dikatakan oleh pemilih mengenai kita di media sosial, apa itu pembicaraan Positif atau negatif. yang sangat beresiko jika kita tidak mempunyai channel di media sosial serta nyatanya kita diisyukan negatif oleh pemilih kita. 

3. Social Alat menjadi content berkampanye 

Jika Media sosial yang belumlah menebar di daerah penentuan kita, jadi kita mesti pakai ini menjadi topik berkampanye beberapa calon legislatif. contohnya: dengan pilih beberapa Calon legislatif ini jadi daerah kamu akan free akses internet dan lain-lain. jadi gunakan kesempatan perkembangan internet ini menjadi alat untuk berkampanye ke pemilih. kita mengambil contoh kota Banyuwangi yang notabene berada di pelosok jawa sisi timur, nyatanya banyak masyarakat yang senang karenanya ada program ini. perihal ini bermakna tunjukkan jika konstituen kita terbuka untuk hal ini. 

Nah dari 3 Jawaban di atas dapat kita simpulkan jika apa pun keadaan di dapil serta pemilihnya, jika media sosial serta internet itu tetap terpenting serta ini ialah alat yang bisa menolong calon legislatif untuk meng-komunikasikan, memonitoring serta mebuat program yang mempunyai tujuan untuk pemenangan Calon legislatif.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Ceyron Louis

A web designer from India. And then you write some more information about yourself like this to fill out the space that is left.

0 komentar:

Posting Komentar